Penerimaan
mahasiswa baru di masing –masing perguruan tinggi negeri(PTN) maupun
swasta memang secara serentak telah terlaksana di seluruh Indonesia.
Bahkan calon mahasiswa yang telah lulus dalam Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan berhasil menduduki salah satu kursi
di universitas bergengsi, telah terasa euforianya untuk bersiap-siap
bergabung dalam satuan civitas perguruan tinggi bersangkutan.
Hasil SNMPTN 2011 berhasil menjaring
calom mahasiswa sebanyak 118.233 orang dari 540.953 jumlah peserta
SNMPTN jalur ujian tertulis/keterampilan. Jumlah tersebut terdiri dari
kelompok IPA sebanyak 56.856 orang dan kelompok ujian IPS sebanyak
61.377 orang. Jumlah daya tampung yang tidak terisi melalui SNMPTN jalur
ujian tertulis sebanyak 808.(Sumber:kompas.com). Eits… Jangan pusing dulu liat datanya,
Data diatas merupakan cuplikan hasil
SNMPTN tahun ini yang dinilai menurun di bandingkan tahun lalu. Dari
hingar bingar penerimaan mahasiswa baru bagi para pelajar, khususnya
orangtua yang telah berharap besar dalam jenjang pendidikan tinggi
terakhir ini.
Segalanya tercurah untuk masa depan anak
tercinta, dengan memprioritaskan program studi yang akan menentukan masa
depan serta mampu menyerap lapangan pekerjaan yang besar dikemudian
hari. Namun, ketika memasuki dunia kampus yang sesungguhnya para
mahasiswa dan orang tua di hadapkan pada pembayaran diluar prediksi
dan tak sejalan dengan informasi formal yang di peroleh. Termasuk saya!
hehehehe
Pembayaran ini itu yang mengatasnamakan
penunjang sarana dan prasana dalam perguruan tinggi sering menjadi
kambing hitam, apalagi dalam dunia pendidikan kita saat ini. Belum lama
ini melalui pemberitaan media Nasional mengungkap bahwa adanya
pembayaran “jebakan “ pada saat pendaftaran ulang yang dilakukan oleh
calon mahasiswa yang telah lulus melalui jalur SNMPTN di perguruan
tinggi ternama.
Seperti membayar Sumbangan Peningkatan
Mutu Akademik (SPMA) yang jumlahnya terbilang besar, Rp 40 juta!(Gila
bisa pake bayar kos ampe 8 semester toeh…!!!plus jajan disana- sini)
Calon mahasiswa tersebut diterima di Fakultas Ekonomi UGM, dimana telah
menyisihkan puluhan ribu pendaftar yang bersaing.
Keluhan orang tua siswa mengenai
pembayaran tersebut begitu mengagetkan. Merasa menilai dijebak, karena
pada awalnya bagi pelajar yang berkompetisi di jalur SNMPTN imejnya
dari dulu murah, namun bukan murahan.
Pemahaman sebagai orangtua pelajar,
berpeluh dalam seleksi SNMPTN yang akan meringankan dari sisi biaya
membelit. Apalagi masuk ke jalur yang meguras SDM ekstra. Penarikan
jumlah sumbangan yang besar bisa dimaklumi jika calon mahasiswa memilih
masuk universitas negeri melalui jalur khusus, bukan SNMPTN yang
notabene persaingannya sangat ketat dan jumlahnya banyak.
Namun kini realitasnya berbeda.
Perguruan tinggi yang katanya pendidikan terakhir dalam kategori
pengeluaran dana operasional terbilang lebih sedikit dibanding PAUD,
TK, SD, SMP Hingga SMA hanyalah isapan jempol.
Pencitraan PT
“Bagi 100 calon mahasiswa pendaftar
pertama akan memperoleh Laptop sebagai penunjang kuliah, buruan
daftar!”slogan ini dengan mudah kita temukan di ruang edvetorial media
cetak lokal maupun nasional, khusus dalam pendaftaran di sebuah
perguruan tinggi(PT) maupun swasta(PTS) .Wah, fantastis dengan nuansa
meriah.
Apalagi aktivitas mahasiswa saat ini
bergantung pada computer/laptop. Sebuah strategi “pemasaran” kampus yang
jitu, secara tidak langsung ini adalah factor “X” untuk memikat calon
mahasiswa bergabung dalam isntansi PT tersebut.
Selain itu masih banyak cara yang
diterapkan PT saat ini untuk “mengoleksi” mahasiswa. Selain iming-iming
laptop, menjaga citra di hadapan konsumen(calon mahasiswa dan orang tua)
pun secara kontinyu di galakkan.
Dengan “bantuan” beragam media (cetak,
elektronik maupun online), kemudian memperkenalkan “kehebatan” kampus
masing-masing. Baik dari visi misi, dosen yang berkompeten dan
frofesional, segudang aktivitas kemahasiswaan, piagam penghargaan,
kerjasama dengan instansi yang memiliki eksistensi baik dalam maupun
luar negeri, beasiswa sampai tamat, SPP yang terjangkau, lulus cepat
kilat, mecetak lulusan untuk mudah memperoleh pekerjaan, akses wi-fi(hot-spot) kampus yang free dan sarana pendukung lainnya yang berjubel. Namun faktanya bagaimana?
Jebakan demi jebakan dalam perguruan
tinggi menjadi momok yang menakutkan bagi calon mahasiswa. Apa jadinya
jikalau PT selalu mengumbar Janji, namun tidak sesuai dengan realitas?
0 komentar:
Posting Komentar