-->



12 Mei 2012

Home » Jebakan Perguruan Tinggi

Jebakan Perguruan Tinggi

Penerimaan mahasiswa baru di masing –masing perguruan tinggi negeri(PTN) maupun swasta memang secara serentak telah terlaksana di seluruh Indonesia.  Bahkan calon mahasiswa yang telah lulus dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan berhasil menduduki salah satu kursi di universitas bergengsi, telah terasa euforianya untuk bersiap-siap bergabung dalam satuan civitas perguruan tinggi bersangkutan.


Hasil SNMPTN 2011 berhasil menjaring calom mahasiswa  sebanyak 118.233 orang dari 540.953 jumlah peserta SNMPTN jalur ujian tertulis/keterampilan. Jumlah tersebut terdiri dari kelompok IPA sebanyak 56.856 orang dan kelompok ujian IPS sebanyak 61.377 orang. Jumlah daya tampung yang tidak terisi melalui SNMPTN jalur ujian tertulis sebanyak 808.(Sumber:kompas.com). Eits… Jangan pusing dulu liat datanya, :) 

Data diatas merupakan cuplikan hasil SNMPTN tahun ini yang dinilai menurun di bandingkan tahun lalu. Dari hingar bingar penerimaan mahasiswa baru bagi para pelajar, khususnya orangtua yang telah berharap besar dalam jenjang pendidikan tinggi terakhir ini.

Segalanya tercurah untuk masa depan anak tercinta, dengan memprioritaskan program studi yang akan menentukan masa depan serta mampu menyerap lapangan pekerjaan yang besar dikemudian hari. Namun, ketika memasuki dunia kampus yang sesungguhnya para mahasiswa dan orang tua di hadapkan pada pembayaran  diluar  prediksi dan tak sejalan dengan informasi formal yang di peroleh.  Termasuk saya!
hehehehe :)

Pembayaran ini itu yang mengatasnamakan penunjang sarana dan prasana dalam perguruan tinggi sering menjadi kambing hitam, apalagi  dalam dunia pendidikan kita saat ini. Belum lama ini melalui pemberitaan media Nasional mengungkap bahwa adanya pembayaran “jebakan “ pada saat pendaftaran ulang yang dilakukan oleh calon mahasiswa yang telah lulus melalui jalur SNMPTN di perguruan tinggi ternama.

 Seperti membayar Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) yang jumlahnya terbilang besar, Rp 40 juta!(Gila bisa pake bayar kos ampe 8 semester toeh…!!!plus jajan disana- sini) Calon mahasiswa tersebut diterima di Fakultas Ekonomi UGM, dimana telah menyisihkan puluhan ribu pendaftar yang bersaing.

Keluhan orang tua siswa mengenai pembayaran tersebut begitu mengagetkan. Merasa menilai dijebak, karena pada awalnya bagi pelajar yang  berkompetisi di jalur SNMPTN imejnya dari dulu murah, namun bukan murahan.

 Pemahaman sebagai orangtua pelajar, berpeluh dalam seleksi SNMPTN yang akan meringankan dari sisi biaya membelit. Apalagi masuk ke jalur yang meguras SDM ekstra. Penarikan jumlah sumbangan yang besar bisa dimaklumi jika calon mahasiswa memilih masuk universitas negeri melalui jalur khusus, bukan SNMPTN yang notabene persaingannya sangat ketat dan jumlahnya  banyak.

Namun kini  realitasnya berbeda. Perguruan tinggi yang katanya pendidikan terakhir dalam kategori pengeluaran dana operasional  terbilang lebih sedikit dibanding PAUD, TK, SD, SMP Hingga SMA  hanyalah isapan jempol.

Pencitraan PT
“Bagi 100 calon mahasiswa pendaftar  pertama akan memperoleh Laptop sebagai penunjang kuliah, buruan daftar!”slogan ini dengan mudah kita temukan di  ruang edvetorial media cetak lokal maupun nasional,  khusus dalam  pendaftaran di sebuah perguruan tinggi(PT) maupun swasta(PTS) .Wah, fantastis dengan nuansa meriah.

Apalagi  aktivitas mahasiswa saat ini bergantung pada computer/laptop. Sebuah strategi “pemasaran” kampus yang jitu, secara tidak langsung ini adalah factor “X” untuk memikat calon mahasiswa bergabung dalam isntansi PT tersebut.

Selain itu masih banyak cara yang diterapkan PT saat ini untuk “mengoleksi” mahasiswa. Selain iming-iming laptop, menjaga citra di hadapan konsumen(calon mahasiswa dan orang tua) pun secara kontinyu di galakkan.

 Dengan “bantuan” beragam media (cetak, elektronik maupun online), kemudian  memperkenalkan “kehebatan” kampus masing-masing. Baik  dari visi misi, dosen yang berkompeten dan frofesional, segudang  aktivitas kemahasiswaan, piagam penghargaan, kerjasama dengan instansi yang memiliki eksistensi baik dalam maupun luar negeri, beasiswa sampai tamat, SPP yang terjangkau, lulus cepat kilat, mecetak lulusan untuk mudah memperoleh pekerjaan, akses wi-fi(hot-spot)  kampus yang free dan sarana pendukung lainnya yang berjubel. Namun  faktanya bagaimana?

Jebakan demi jebakan dalam perguruan tinggi menjadi momok yang menakutkan bagi calon mahasiswa. Apa jadinya jikalau PT selalu mengumbar Janji, namun tidak sesuai dengan realitas?

0 komentar: